Kamis, 14 Juni 2012

Terowongan di Bawah Sungai Huangpu



Assalamu'alaikum. Nihao, Nihao ma? (bersih2 debu2 dulu di blog ini, hehe) saking lamanya gak ngepost tulisan. Wo hen hao wo de pengyou (nanya jawab sendiri :p)

Sore itu (sekitar akhir bulan April 2012), mobil milik Mr. Ayub melintas di dalam terowongan kota Shanghai, aku dan beberapa auditor berada di dalamnya. Namun mungkin karena rush hour (waktu pulang kantor) jadilah di dalam terowongan itu mengular mobil-mobil pribadi yang hendak masuk dan keluar terowongan (di Shanghai ada macet juga kok). Lalu tiba-tiba Mr. Ayub berkata: “Do you know, now we are in the under of Huangpu River, this tunnel is under the river.”

Aku: “Wow cool.”

Dalam hatiku: “ Huwaaa.. kereen...”

Pak Reki (salah satu auditor): “ Iya Riz, tapi sayang kamu ga bisa lihat ikan2 berenang di atas, coba kalo atapnya terbuat dari kaca ya.”

Aku: “Huuu ngledek nih Pak.” (karena mungkin wajahku yang kelihatan ndeso dan melihat-lihat ke atas, hehe).

Aku jadi ingat dengan novel yang baru saja selesai kubaca “99 Cahaya di Negeri Eropa”, disitu diceritakan ada terowongan di bawah sungai di kota Paris. Saat membaca tak henti aku membayangkan bagaimana ya rasanya berada di dalam terowongan di bawah sungai, pasti cool banget deh. Dan ternyata sore itu aku sedang berada di dalam terowongan di bawah Sungai Huangpu Shanghai (benar2 udah mirip di Eropa nih China, dalam hatiku).

Aku: “Pak, Saya jadi ingat kalau di Paris juga ada terowongan di bawah sungai.”

Pak Reki:”Oh ya? Kamu udah pernah ke Paris?”

Aku: “Belum Pak, tau dari novel aja.”

Pak Reki:”Dasar kamu ya!”

Aku: :p

Terowongan yang menembus bawah sungai Huangpu ini bukan hanya untuk kendaraan seperti mobil, dll namun ada terowongan lain yang dilalui metro (kereta bawah tanah) yang juga melaju di bawah sungai Huangpu. Kapan ya Indonesia punya yang seperti ini? :)

Info tambahan dari Wikipedia: Sungai Huangpu (bahasa Cina: 黃浦江; pinyin: Huángpǔ Jiāng; Wade-Giles: Huang-p'u Chiang; secara harfiah bermakna "Sungai Tepi Sungai Kuning") adalah sebuah sungai sepanjang 97 kilometer di Republik Rakyat Cina yang mengalir melalui Shanghai. Sungai Huangpu adalah sungai terbesar di Shanghai. Kawasan Bund di Distrik Huangpu di pusat Shanghai yang terkenal terletak di sepanjang sisi sungai. Air dari Sungai Suzhou mengalir ke Sungai Huangpu di penghujung utara Bund.

Lebar rata-ratanya adalah 400 meter dan kedalaman rata-ratanya 9 meter. Sebagian besar air leding di Shanghai berasal dari Sungai Huangpu, dan sungai tersebut membelah Shanghai menjadi dua kawasan: Pudong (timur) dan Puxi (barat).



Sabtu, 25 Februari 2012

Lompatlah dan Lihat ke Belakang


Lompatlah ke masa yang akan datang, sekitar setahun atau lima tahun yg akan datang kemudian tengoklah hari ini. Bahwa yg kelihatannya berat saat ini, suatu saat akan menjadi kenangan manis.
Bukan hanya kenangan, tetapi itu menjadi sebuah milestone yg barangkali bisa mengubah diri kita. Mungkin kita juga merasakan hal yang sama dulu ketika harus berangkat ke sebuah kota untuk kuliah kali pertama, jauh dari keluarga dan hidup sendirian.
tapi saat itu kejadian tsb sudah menjadi kenangan manis dan menjadi momentum penting dalam kehidupanmu.
Nah, sekarang bayangkan hal yang sama untuk saat ini, tetapi imaginasikan melihatnya dari sudut pandang lima tahun yang akan datang.
Yang berat akat terasa ringan, yang panjang akan terasa pendek dan yakinlah itu akan segera berakhir dan berbuah sesuatu yang manis.

Powered by: Pak Wahid, beberapa jam sebelum keberangkatanku ^^

Sabtu, 11 Februari 2012

Foto-Foto di Guangzhou (24-26 Oktober 2011)

(dalam rangka audit bersama bu Susiyanti)

Guangzhou, salah satu kota bisnis terbesar di China, merupakan salah satu kota dengan jumlah muslim yang banyak di China. Letaknya di selatan China dekat dengan Hongkong menjadikan kota ini sebagai kota perdagangan terbesar di dataran China selatan. Terlepas dari segala kontroversi yang ada, di kota inilah terdapat makam sahabat sekaligus paman Nabi Muhammad SAW, Sa'ad Bin Abi Waqash. Kota ini juga dihuni banyak orang Indonesia, konon pedagang2 yang ada di Indonesia berasal dari kota ini. selain itu kota ini juga menjadi tujuan tour waisata orang Indonesia. Sampai ada restoran Indonesia juga (yang didalamnya dijual teh botol sosro dan menu Indonesia banget seperti gado-gado dan gurameh goreng). Selain itu, ada Pearl River yang membelah kota ini, pemandangan di malam harinya romantis banget..apalagi pas naik kapalnya, hehe.
Semoga bisa menginspirasi.



Pearl River Guangzhou (romantic place, hehe)


Masjid Sa'ad bin Abi Waqash (1)


Restoran Indonesia di Guangzhou (mau makan harus antri sekitar 1 jam dulu, setelah makan pelayannya yang asli Cina bilang "terima kasih banyak")

Kalo yang ini di Shanghai, tepatnya di Techno Park (tempat shopping tas2 gitu) bersama dosen2ku Pak Sugiarto dan Pak Panji (huhu terharu..sekarang udah jadi partner), and Bu Susi yang cantik ^^




Senin, 23 Januari 2012

Sho' dan Dho'

Namanya Jeri Wijaya, biasa dipanggil Jeri. Kelas 3 SD Sindangsari Bogor. Mengajinya masih iqro’ 1. Tapi anak yang satu ini termasuk dalam perhatianku, alasannya apa sodara-sodara: Jeri anak yang rajin datang mengaji, penurut, dan sopan. Dan mungkin karena seringnya dia menyetorkan bacaan iqro’nya ke aku, akupun jadi dekat dengannya. Sore itu seperti biasa, Jeri menyetorkan bacaan iqro’nya kepadaku. Sudah masuk huruf Dho’. Sebelumnya untuk membaca huruf Sho’ dia tidak mengalami kesulitan karena baru mengenal bentuknya. Nah yang sekarang huruf sho’ nya dikasih satu titik di atasnya menjadi dho’ dia sedikit kesulitan. Kesulitan untuk membedakan karena terbukti sering tertukar atau lupa. Aku bisa maklum karena mungkin belum terbiasa, sehingga aku merekomendasikan untuk diulang minggu depannya.

Sore minggu depannya, Jeri masih setia menyetorkan bacaan iqro’nya kepadaku (padahal ga bawa2 magnet lho? Hehe). Sore itu ulangan huruf dho’ minggu lalu, menurutku lumayan dan bisa dilanjutkan minggu depannya ke huruf tho’. Aku pun memberi penilaian “lancar’ di kartu ngajinya. Dia pun terlihat senang karena disamping penilaian “lancar” sengaja aku beri tanda senyum biar tambah semangat lagi ditambah senyum langsung dari bu gurunya ini (xixixi...).

Sore minggu depannya lagi, masih di channel kesayangan anda ini, lho lho salah...maksudnya Jeri kembali menyetor bacaannya ke aku lagi aku lagi (hehe) dan sore ini masuk ke huruf Dzo’. Awalnya dia lancar melafadzkan Dzo’, namun di tengah-tengah, bacaannya mulai rancu dengan sho’, dho’, tho’, dan dzo’ sendiri. “Kacau” dalam hatiku. Tapi aku masih dengan sabar menuntun dia menyelesaikan bacaannya. Jeri sadar kalau bacaannya kurang lancar, dan aku pun memberi “bonus” untuk Jeri.

Aku: “Jeri, ibu kasih PR ya di rumah, bikin huruf sho' dan dho’ di kertas A4 dan nanti diwarnai juga biar bagus”

Waktu itu Jeri hanya angguk-angguk kepala, dan aku pun membancanya sebagai kata mengerti dan akan melaksanakannya.

Minggu depannya pun datang, namun Jeri tidak datang. “tumben” pikirku dalam hati, jeri anak yang rajin dan penurut itu tidak datang, kata teman-temannya sih main sepeda. Okelah ga papa untuk hari ini.

Minggu depannya lagi, ternyata Jeri tidak datang lagi... aku pun mulai khawatir dan merasa telah membuat dia jadi enggan datang ngaji. Dan sampai genap sebulan Jeri tidak hadir ngaji. Di minggu keempat ketidakhadiran Jeri ini, aku sengaja mengambil jalan pulang lewat depan rumahnya. Dan benarlah firasatku, Jeri ada di rumah. Masih dengan perilaku baik, menyapaku dan menyalami tanganku (berasa jadi bu guru beneran), aku pun menyapa dan bertanya kabarnya

Aku: “Jeri kemana aja? Kok udah lama ga ngaji?”

Jeri: lama terdiam... dan akhirnya terlontarlah kalimat ini: “PR nya susah bu.. aku ga bisa” (Jederrr bagai kesetrum di siang hari...) ternyata benar pikiranku kalau Jeri merasa kesulitan dengan PRnya sehingga membuatnya enggan pergi mengaji lagi. Aku pun jadi merasa bersalah.

Aku: “ PRnya ga usah dikerjakan, nanti ibu bantu gambar huruf sho’ dan dho’, tapi Jeri janji minggu depan datang ngaji ya...?”

Jeri: mengangguk. Aku pun lega.

Ternyata selama ini PR membuat huruf sho’ dan dho’ menjadi beban pikirannya. Mungkin di rumah tidak ada yang membantunya menyelasaikan PRnya ini sehingga dia merasa kesulitan dan ketika waktu ngaji tiba PRnya tersebut belum dikerjakan dan dia merasa akan ditegur atau dimarahi gurunya. “Daripada dapat omel mending ga datang ngaji”, mungkin itu pikirannya. Subhanallah ya pikiran anak kecil itu, kadang kita yang sudah dewasa (aamiin) tidak bisa berpikir ke arah sana, berpikir apa yang anak-anak pikirkan. Kalau mau egois mementingkan pikiran kita sebagai orang dewasa, pastinya kita sudah memaksakan si anak untuk mengerjakan apa yang kita perintahkan mau tidak mau, karena kita tahu sebenarnya itu baik untuk dia. Namun apa hasilnya, ternyata tidak semua bisa diterima si anak, bahkan si anak jadi merasa terbebani dan enggan meneruskan kebiasaan baiknya (misal pergi ngaji ini). Atau mungkin ada yang salah dengan cara penyampaian di awal ketika kita memberinya tugas. Seharusnya ditekankan: kalau tidak selesai akan ibu bantu saat kelas mengaji iqro’. Dan cara penyampaian lain yang tidak membuat dia terbebani harusnya cara penyampaian yang membuat dia termotivasi dan akan senang mengerjakan tugasnya, misal akan ada reward atau pemberian hadiah kalau selesai PRnya atau dimotivasi dengan cara dibesarkan hatinya, dan cara-cara lainnya. Jadi harus lebih bijak lagi deh menjadi orang dewasa, apalagi kelak jadi orang tua anak sendiri (aamiin). Subhanallah belajar banyak deh dari Jeri.

Dan minggu depannya,, dengan memakai koko putih, Jeri sudah terlihat duduk diantara teman-temannya untuk mengaji sore ini. Senangnya... ^^ maafin Ru Rizka ya Jeri...

Rabu, 07 Desember 2011

Rumput Samping Selokan


Introduction: kisah ini dikirim (7/12/2011) via YM oleh Pak Nur Wahid (Kabid Sertifikasi dan Pembinaan LPPOM Provinsi) yang sedang audit ke New Zealand, beberapa jam setelah bapaknya tahu saya habis berobat di PMI (dikiranya sakit karena banyak pikiran mau ke china, hehe padahal sih gak juga kok pak...) Terima kasih pak, sangat menginspirasi :)

Di depan rumah saya terdapat selokan yang mengalir air comberan. Selokan itu sangat penting untuk mengalirkan air dari rumah tangga menuju sungai Lembur Asem di dekat komplek perumahan. Saya selalu membersihkan selokan itu, karena kalau mampet sedikit saja akan menimbulkan masalah, air tergenang, bahkan banjir.

Ada sedikit cerita tentang rumput yang tumbuh subur di sisi samping selokan itu. Setiap kali dibersihkan, setiap kali pula ia tumbuh lagi. Rata-rata setiap dua minggu rumput itu sudah tumbuh setinggi 5 cm. Jika lupa atau tidak sempat, maka rumput yang tumbuh dari balik batu fondasi itu sudah menutupi selokan, sehingga menghambat arus air yang lewat.

Seorang teman memberikan tips untuk menahan agar rumput tidak tumbuh lagi, yaitu dengan menyiramkan oli bekas di tempat tumbuhnya. Saya sudah coba, tetapi hanya bertahan beberapa minggu saja. Mungkin oli bekas itu sudah kebawa arus air selokan, sehingga sebentar kemudian sudah tumbuh lagi.

Pernah juga sisi selokan itu saya tutup pakai adukan semen agar menutup celah-celah batu yang ditumbuhi rumput. Tapi dari bekas retakan dan lobang-lobang yang digerus oleh arus air, tersembul kembali pucuk-pucuk rumput yang ‘indah’ berwarna hijau muda.

Bandel juga tuh rumput! batinku. Tapi sambil nyabuti rumput (entah udah generasi yang ke berapa) aku memikirkan betapa gigihnya makhluk Allah ini. Dia memiliki semangat hidup (spirit of life) yang luar biasa. Diperlakukan seperti apapun juga, dibasmi bagaimanapun juga, ia tetap mencoba bertahan hidup, tumbuh dan berkembang biak. Ketika ditutup semen, ia mencoba tumbuh dari balik retakan-retakan semen, kemudian berkembang terus hingga akhirnya semen yang keras dan kuat itupun kalah oleh kelembutan rumput nan gigih itu.

Dia selalu keluar dari kesulitan yang dihadapi untuk mempertahankan eksistensinya. Dia selalu pecahkan masalah yang ada di depannya dengan kesabaran dan kegigihannya. Dia akan bertahan sebentar utk tidak muncul ketika ada oli bekas, namun akan segera tumbuh lagi begitu situasinya memungkinkan baginya.

Sambil mencabuti akar dan batang rumput, aku terus berfikir dan merasa malu dengan kegigihan tanaman yang sering disia-siakan orang itu. Aku yang dikaruniai segala kelebihan dan keunggulan dibandingkan rumput, ternyata kadang lebih lemah darinya. Aku sering merasa lemah, tidak bersemangat dan malas menyelesaikan masalah yang kuhadapi. Kesulitan dan hambatan itu seolah datang bertubi-tubi dan membuatku tidak berdaya menghadapinya.

Menghadapi hujan saja aku sering mengeluh dan membuatku batal melaksanakan tugas dan amanah yang aku emban. Menghadapi terik matahari juga menyebabkan aku mengeluh dan berkata “Kenapa sih hari ini panas sekali?” sambil melampiaskan kekesalan dan mengurangi semangatku. Apalagi jika ada tugas menumpuk, kesulitan, masalah, tidak ada bahan, kurang uang, anak sakit, jalan macet, …

Semua itu seolah menjadi bahan bakar yang dapat saya jadikan alasan untuk menghindar dari tanggung jawab yang saya emban. Seolah saya mendapatkan pembenaran terhadap penundaan tugas saya dengan alasan-alasan tadi.

Saya malu dengan rumput yang kucabuti. Dia tidak pernah mengeluh (atau tepatnya aku tidak pernah mendengar keluhannya). Dia hanya menjalani kehidupannya dan bertahan hidup di lingkungannya. Dia selalu sibuk mencari jalan keluar, sementara saya selalu sibuk mencari alasan. Dia akan tetap menyembul dan tumbuh meskipun dihambat dengan batu dan adukan semen, sementara saya senang dengan mati listrik untuk dijadikan alasan tidak selesainya tugas yang diemban sambil teriak “Asyiiiikkkk mati listrik!!!” Batang rumput itu sampai berkelok-kelok mengikuti celah-celah batu yang masih dapat dilalui, sementara aku masih sering menyerah ketika harus menghadapi kemacetan di Jakarta.

Akhirnya selesai juga aku mencabuti rumput dan selokan depan rumahku kembali bersih. Tapi dua atau tiga minggu lagi aku harus siap-siap turun ke selokan lagi untuk menyambut tunas-tunas baru yang tumbuh kembali. Sebagaimana aku pun juga memiliki semangat baru untuk tidak kalah dengan rumput itu, untuk selalu sibuk mencari jalan keluar, bukan sibuk mencari alasan. Terima kasih rumput ….

Minggu, 27 November 2011

Apa yang Sering Menjadi Pertanyaan di Sekitar Kita


Tanpa kita sadari, masyarakat kita (Indonesia) semakin kritis dalam pemilihan makanan ataupun obat yang akan dikonsumsi. Pertimbangan mereka kali ini bukan hanya dari aspek manfaat namun juga dari sisi kehalalan produk tersebut. Memang sudah saatnya masyarakat Indonesia (yang katanya penduduknya mayoritas Muslim) lebih melek terhadap kehalalan pangan dan obat yang mereka konsumsi setiap hari. Tidak hanya manfaatnya, aspek kehalalna pun harus dijadikan prioritas utama dalam memilih makanan dan obat (serta kosmetik) yang akan dikonsumsi atau dipakai.

Berikut adalah beberapa contoh, pertanyaan di sekitar masyarakat yang saya rangkumkan, yang sering menjadi tanda tanya dan sering menjadi hal yang meragukan:

1. Obat yang Terbuat dari Ekstrak Cacing Penurun Panas Halalkah?

Menurut penelitian, cacing tanah banyak mengandung kadar protein yang tinggi yajni sekitar 76%. Jauh lebih tinggi dari daging mamalia (65%) dan ikan (50%). Tidak adanya efek samping menjadi salah satu alasan mengapa banyak orang mengkonsumsi cacing tanah ini. Cacing tanah dipercaya bisa mengobati penyakit infeksi saluran pernapasan seperti batuk, asama, influenza dan juga TBC. Termasuk juga digunakan untuk penurun kadar kolesterol, menurunkan tekanan darah, menurunkan kadar gula, mengobati wasir, eksim, alergi, sakit gigi dan lain sebagainya.

Untuk halal atau tidaknya cacing dikonsumsi, perdebatannya memang sudah lama terjadi dan sampai saat ini pun ada beberapa kalangan ulama yang masih berbeda pendapat. Terutama pada jenis cacing yang berbahaya dan meyebabkan penyakit. Pada QS. 31:20 (Tidaklah kamu memperhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan bathin). Rasulullah juga bersabda “ Apa-apa yang dihalalkan Allahdi dalam kitabNya Al Qur’an) adalah halal, dan apa-apa yang diharamkanNya, hukumnya haram, dan apa-apa yang Allah diamkan/ tidak dijelaskan hukumnya, dimaafkan. Maka terimalah pemaafan Nya, sebab Allah tidak pernah lupa tentang suatu apapun” (HR Al Hakim). Selain itu ada pula kaidah Fiqh yang menyatakan “al Ashlu fil manafi’ al ibahah.’ Yang artinya pada dasarnya segala sesuatu yang bermanfaat itu adalah mubah/ halal.

Merujuk dari situlah maka MUI melalui komisi fatwa telah menetapkan bahwa cacing HALAL untuk dikonsumsi. “Cacing halal untuk dikonsumsi sepanjang bermanfaat dan tidak berbahaya.” (bisa dilihat di fatwa MUI di www.halalmui.org tentang cacing).

2. Halalkah Kopi Luwak?

Pernah denger kopi luwak? Kopi yang berasal dari biji kopi yang dimakan oleh hewan luwak dan kemudian dikeluarkan kembali bersama kotorannya. Kemuadian diolah menjadi serbuk kopi yang dikonsumsi masyarakat dan dikenal sebagai kopi luwak.

Nah ternyata tidak usah ragu lagi, karena kopi luwak telah difatwakan halal oleh MUI pada tanggal 20 Juli 2010. Berdasarkan dalil-dalil dalam al qur’an dan bebberapa penjelasan secara ilmiah. Kopi luwak yang berasal dari biji buah kopi yang dimakan oleh hewan luwak (paradoxorus hermaproditus) kemuadian keluar bersama kotorannya, dengan syarat: biji kopi yang utuh terbungkus kulit tanduknya dan dapat tumbuh jika ditanam kembali. Maka kopi luwak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum ini adalah Mutanajjis (sebagai barang yang terkena najis, bukan najis itu sendiri, dan halal jika disucikan). Dengan demikian, mengkonsumsi kopi luwak pun hukumnya boleh/halal. Demikian pula memproduksi dan memperjual belikannya, hukumnya juga boleh atau halal.

3. Hati-Hati dengan Obat China

Serbuan produk obat asal China yang berhubungan dengan ACFTA diperkirakan sudah tidak bisa dibendung lagi. Sebagai konsumen muslim kita tidak hanya berhadapan dengan kualitas produk yang merugikan, terutama untuk produk ilegal dan palsu, namun juga masalah kehalalannya. Kehalalan produk obat banyak titik rawannya. Obat merupakan gabungan antara bahan akif dan bahan farmaseutik (bahan tambahan). Bahan-bahan obat tersebut berasal dari tumbuhan, hewan, sintetik, mikroba, virus, dan bisa juga manusia.

Menghadapi serbuan obat-obatan asal China ini, kita harus lebih berhati-hati. Tidak lantas rukhsoh kesehatan menjadikan kita tidak peduli akan aspek kehalalan obat tersebut. Perlu ditekankan jika obat yang akan kita konsumsi tersebut tidak diketahui komposisinya karena di kemasan yang tertulis adalah karakter China. Karena menurut pengalaman, sebuah obat untuk ibu yang baru melahirkan yang menjadi tren di kalangan ibu-ibu berasal dari china dan terbukti mujarab, namun setelah dibaca komposisinya oleh orang china asli ternyata mengandung bahan-bahan mengerikan yang tentunya juga tidak halal seperti limfa dan darah ular. Naudzubillah.. tak ada salahnya kita lebih waspada.

4. Vaksin Halal

Terlepas dari kontroversi beberapa vaksin yang diwajibkan oleh pemerintah yang aspek kehalalan juga belum jelas. Angin segar setidaknya masih berhembus untuk vaksin meningitis yang di tahun 2010 lalu (untuk varian tertentu) sudah mendapatkan sertifikat halal dari MUI. Perlu diketahui vaksin meningitis diwajibakan oleh pemerintah untuk umat Islam yang akan melaksanakan ibadah haji atau umroh ke tanah suci. Berikut nama vaksin meningitis yang telah bersertifikat halal MUI:

1. Vaksin Menveo Meningococcal yang diproduksi oleh Novartis Vaccine and Diagnostic.

2. Vaksin Meningococcal yang diproduksi oleh Zhejiang Tianyuan Bio Pharmaceutical.

Karena sudah ada yang halal, maka tidak ada salahnya bila jama’ah haji/umroh menanyakan ke petugas kesehatan untuk menyuntikkan vaksin yang halal.

Sekian episode 1 hal-hal yang sering jadi pertanyaan di sekitar kita tentang kehalalan produk makanan dan obat. Lanjut ke episode 2 yang akan datang. Terima kasih.