Selasa, 24 Mei 2011

Wilayah Peran Politik Muslimah

Pagi itu, Sabtu (21/5) hapeku bergetar ada sms, setelah sms dibaca hatikulah yang jadi bergetar sekarang. Isi sms itu memberitahukan bahwa seorang da'iyah Ustadzah Yoyoh Yusroh (Aleg DPR dari Fraksi PKS) meninggal dalam kecelakaan di tol tadi pagi. Innalillahi wa inna ilahi ro'jiun... seorang syahidah tanggukh telah beristirahat di peraduannya yang nyaman... Teringat saya dengan pertemuan dengan ustadzah Yoyoh ketika berorasi tentang perdamaian Timur Tengah di Monas saat aksi damai Timur Tengah yang dilaksanakan oleh Partai Kita Semua beberapa saat yang lalu... Subhanallah aku hanya bisa takjub melihat refleksi ruh para sahabiyah terpancar dalam diri Ustadzah Yoyoh Yusroh.... Selamat beristirahat Ustadzah...doakan aku juga bisa sepertimu...amiin. Ini artikel yang pernah ditulis almarhum.... Mari diambil pelajarannya...

Ada empat peran wilayah politik muslimah, yang kesemuanya mempunyai kekuatan untuk dilaksanakan, ialah bai’at ( janji setia ), alwilayat al ammah ( kekuasaan umum ), syuro ( prinsip musyawarah ).

a) Bai’at ( janji )

Bai’at merupakan janji setia terhadap system politik Islam, atau kekhalifahan Islam, serta kesetiaanya kepada jamaah kaum muslimin. Bai’at juga merupakan janji seyia manusia yang mencakup tiga pihak, yaitu khilafah sendiri, pelaku bai’at (ummat), dan sesuatu yang di bai’ati, yaitu syari’at agama. Tanggung jawab tidak terhenti pada bai’at saja tet6api berlanjut pada tanggung jawab mengemban penjagaan terhadap syari’ah dan penetapannya melalui institusi syuro, pengawasan terhadap penguasa, memberikan naseha apabila penguasa menyimpang, dan mencopot penguasa bialaman dieprlukan.
Komitmen ini melahirkan agen-agen pemberdayaan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Mereka bekerja bagi kemaslahatan masyarakat berdasarkan kesadaran akan kewajiban sebagai khalifatullah fil ardh, dan keyakinan akan pertolongan Allah kepada mereka yang menegakkan Dinnullah. Sehingga orientasi mereka dalam bekerja jauh dari Vested interest, yang dalam kenyataannya sering menggerogoti efektifitas pemberdayaan itu sendiri . inilah political will paling asasi yang seharusnya dimiliki terutama oleh setiap elemet pembuat kebijakan, sehingga dapat menjamin keberpihakkan kepada masyarakat luas.
Sudah menjadi pemahaman public bahwa tingkat korupsi yang tinggi saat ini adalah kendala terbesar upaya pemberdayaan masyarakat . berapa banyak dana yang tak sampai sasaran, berapa banyak kebijakan yang tak berkeadilan, bahkan tak menunjukan keberpihakkan kepada masyarakat yang terlibat krisis ini . masalahnya adalah pada komitmen para penyelenggara Negara, para pembuat kebijakan . sebagus apapun desain system kehidupan berbangsa dan bernegara ini dibuat, tanpa adanya komittmen yang kokoh berlandasakan rasa tanggung jawab terhadap Allah SWT – dari para aparatanya, maka tetap saja bangsa ini berjalan ditempat, bahkan semakin melemah karena berbagai sumber dayanya dikeruk untuk kepentingan segelintir orang .
Disinilah signifikasi bagi seorang ukhti muslimah, karena ummat dan bangsanya membutuhkannya .

b. Al Wilayah Al ‘Ammah ( Kekuasaan Umum )

Al Wilayah Al ‘Ammah ( Kekuasaan Umum ), menurut Hasaan Husain al syarafi adalah kekuasaan yang diberikan oleh syari’at kepada orang yang memandangnya sehingga ia mampu membuat perjanjian-perjanjian dan tindakan yang terus dapat diberlakukan tanpa menggantungka diri kepada izin seseorang . konsep kekuasaan yang dimaksud berbeda dengan tugas . kekuasaan umum bersumber kepada kekuatan syari’at yang tidak boleh bercampur dengan hawa nafsu tujuan – tujuan tertentu . kekuasaan ini seperti kekuasaan besar (kekhalifahan), kekuasaan kehakiman, badan pengawas dan kekuasaan legislative, yang semuanya termasuk dalam wajib kifayah .kekuasaan ini juga bukan diminta atau dicari oleh seseorang melainkan amanat dan tanggung jawab. Kekuasan umum mengahruskan adanya kompetensi yang khusus, dan sesungguhnya diantara wanita ada yang memiliki komtensi tersebut dan berhak untuk menganggung beban tanggung jawab fatdhu kifayah ini.
Hal yang perlu dicata disini adalah, terjunnya para musliamh tersebut adalah bertitik tolak dari komitmen sesuai dengan bai’atnya untuk beramal jama’I, sehingga ia dituntut untuk memiliki amanah potensi. Maksudnya adaloah seoarng ukhti muslimah harus menjaga kesadaranya, bahwa profesi ataupun peran yang digelutinya adalah sebuah amanah ummat, yang seyogyanya dapat diukur tingkat kontribusinya terhadap upaya ishlah dari waktu ke waktu .

c. Prinsip Musyawarah

tanggung jawab wanita dalam prinsip syuro sesuai dengan persoalan-persoalan syuro yang bermacam-macam .

1) Wanita diperbolehkan dalam masalah legislasiyang memiliki nuansa kefikihan, karena telahn disepakati bersama bahwa wanita mempunyai hak berijtihad dan memberikan fatwa sebagaimana dalam wilayah umum yang bersifat fardhu kifayah .
2) Wanita boleh berpartisispasi dalam syuro yang berkaitan dengan persoalan – persoalan ilmu pengetahuan yang sangat spesifik kalau dianggap bahwa pengalaman dan kompetensi itu dimiliki olehnya, hal ini termasuk wajib kifayah .
3) Wanita boleh berpartisipasi dalam syuro yang berkaitan dengan masalah umum sebagai individu Anggota, partisipasi wajib ‘ain .
4) Wanita boleh berpartisipasi dalam syuro yang berkaitan dengan masalah kelompok elite tertentu yang partisipasinya didasarkan kepada haknya dalam profesinya dan atas dasar pemberian nasihat dalam masalah yanga sangat terbatas, berkaitan dengan kelompokyang memiliki kepentingan khusus .

Para shahabat menyaksikan perilaku Rosulullah yang mulia secara langsung yang berkaitan dengan wanita pada zaman itu, yaitu menampung serta menerima utusan wanita yang mengemukakan berbagai masalah yang berhubungan dengan wanita selain uti para tokoh shahabat seperti Ummar Bin Khotob, sering meminta pendapat wanita untuk menetapkan berbagai keputusan . oleh sebab itu pendapat kaum wanita dalam masyarakata Islam modern perlu ditampung dalam institusi atau organisasi yang dapa menyuarakan pendangan mereka.

d. Berjihad

peperangan atau jihad dalam Islam merupakan fardhu kifayah, menurut jumhur fuquha, apabila sebagian orang melakukannya gugurlah kewajiban sebagian yang lain. Jika orang yang mempunyai kemampuan tidak melakukannya maka semua orang berdosa.Perang merupakan suatu kewajiban apabila musuh telah memasuki wilayah kaum muslimin. Selainitu pengawasan terhadap pemegang kekuasaandan meluruskannya merupakan fardhu kifayah bagi orang yang mempunyai kompetensi untuk melakukan ijtihad, dan juga para Anggota lembaga perwakilan rakyat ( ahl al hall wa al’aqd ) yang mempunyai hak untuk membatalkan bai’at terhadap pemegang kekuasaan dan mencopotnya apabila dianggap melanggar syari’at Islam. Ketika pembebasan berbagai struktur di dalam masyarakat merupakan gerakan yang memerlukan partisipasi dalam mewujudkan taraf hidup mereka, maka partisipasi kaum wanita merupakan keharusan. Bahkan terjadi konsesus ( ijma’) yang mewajibkan wanita untuk melakukan peperangan ketika musuh yang memasuki wilayah Islam dan terjadi mobilisasi umum. Bahkan sebagian ulama mengatakan wanita harus berperang tanpa harus izin kepada suaminya, apabila amar ma’ruf nahyi munkar diwajibkan atas setiap orang mu’min wanita berdasarkan QS 9:72 “ Orang-orang mu’min laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi pemimpin atas sebagian yang lain. Mereka menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran”.
Dengan demikian, kaum wanita pada zaman ini wajib melakukan peperangan yang hukumnya fardhu ain, serta menjalankan amal ma’ruf nahyi munkar dengan berbagai tingkatannya. Sebagaimana terjadi pada masa Rosululloh, baik dalam memegang senjata, melayani kepentingan para pejuang, ataupun menjadi dokter militer. Melihat kepentingan ini seharusnya Negara menyediakan sarana latihan militer, pelatihan perang yang berbagai macam bagi wanita yang mampu melakukannya, disamping menyediakan sarana pelatihan pertahanan umum bagi seluruh wanita. Tujuannya agar wanita mempunyai keahlian perang apabila hokum perang meningkat menjadi fardhu ain atau setiap orang,ketika Negara islam sudah tidak mampu lagi mengiasai musuhnya. Dan begitulah yang terjadi di Negara-negara Islam saat ini.
Hal yang perlu disiapka dalam berjihad adalah kemampuan operasional melalui rekrutmen selekitf para muslimas sebagaimana dicontohkan oleh para shohabiyyat, berpeluang bahkan wajib memiliki kesiapan untuk turun ke medan jihad. Dalam konteks kondisi kontemporer barbagai ilmu dan keterampilan yang menunjang perlu dikuasai seperti kemampuan bela diri, medis, psikiatri, persenjataan, strategi militer, elektronika, komunikasi dan informatika, serta berbagai tehnologi strategis lainnya. Para muslimah yang mampu menguasai nernagai ilmu dan keterampilan tersebut insya Allah mendapatkan pahala yang lebih besar sebab mengerjakan hal-hal yang seharusnya adalah kewajibwn laki-laki.

0 komentar:

Posting Komentar

ayo koment